Blood Type Comic

Rabu, 09 Februari 2011

Kankucho-ing

“Deep in the Snow Mountains lives a bird called Kankucho which,
tortured by the numbing cold, cries that it will build a nest in the morning.  Yet, when the day breaks, it sleeps away the hours in the warm light of the morning sun without building its nest.  So it continues to cry vainly throughout its life.  The same is true of people.”
Nichiren - Letter to Niike.
“Jauh di dalam gunung salju, hiduplah seekor burung Kankucho, yang tersiksa oleh dingin yang membuat beku. Dia menangis berulang-ulang dan berjanji pada dirinya sendiri agar membuat sarang pada saat pagi datang. Namun saat matahari terbit, dia tidur dengan lelapnya dibawah hangatnya mentari tanpa membuat sarangnya. Sehingga pada malam tiba dia kembali menagis sia-sia sepanjang hidupnya.”
-Nichiren Daishonin (Surat kepada Niike).

Si kecil burung Kankucho duduk didahan pohon, sambil menangis, menggigil kedinginan, dan berjanji hari berikutnya ia akan membagun sarang untuk tempat dia berlindung. Akan tetapi janji itu tinggal janji pada saat malam yang dingin, pada hari berikutnya tidak pernah dilakukannya. Pada saat matahari terbit dan cuaca hangat, ia bersantai dan lupa pada janjinya pada dirinya sendiri.
Dia duduk dan duduk santai hari demi hari pada saat cuaca hangat, dan suatu saat pada waktu ia sadar dan berpikir untuk mulai membangun sarangnya, dia jatuh ke tanah. Sayapnya telah rapuh, dan ia mati pada hari itu.
Cerita ini sering terjadi bukan hanya pada burung kankucho, tetapi pada manusia sekalipun. Sering kali kita memutuskan untuk berubah pada saat keadaan terasa sudah parah, tanpa menghiraukannya pada saat keadaan terlihat baik walau hanya untuk sekejap.
Hal yang paling mudah sebagai contoh, adalah hubungan kita bersama pasangan, pada saat kita tetap memilih tipe orang yang sama berulang-ulang kali. Bukan hanya karena alasan ketertarikan fisik yang cocok. Tetapi kita sering kali tidak bisa menerima bagian dari diri kita sendiri, dan terus belajar untuk menerima dalam keadaan lebih baik ataupun yang lebih buruk.
Kita mengabaikan diri kita sendiri, dan oleh karena itu berulang-ulang kali mengundang orang asing kedalam ikatan yang baru. Dimana setiap dari kita membawa sebuah pemikiran dimana mungkin kali ini akan dapat saling mencintai, tetapi secara tidak sadar masih tetap tidak mengenal satu sama lain. Satu sama lain akan salah paham, tidak perduli dan hampa.
Sebenarnya cukup hanya dengan waktu yang sangat singkat untuk sadar bahwa kita harus bekerja lebih keras untuk memahami diri kita sendiri. Kita harus sadar untuk melakukan hal itu, mengikuti konseling, atau berjuang untuk belajar terus menerus, sehingga pada waktunya kita dapat menjadi pasangan yang sempurna. Sehingga kita malah dapat yakin dan merasa lebih exited dalam hubungan jangka panjang yang saling mengisi.

“Di sana dia menangis dan menggigil,
Serta sangat menyesal berkata
Ini saatnya saya membangun sarang”

-mannually translated by Fabianto Yonathan-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar